Selama kuliah di jogja aku tidak bisa mengharapkan orangtua untuk selalu mengingatkan ku belajar. Tapi entah kenapa justru itu seringkali kujadikan pembenaran untuk sifat malasku yang semakin hari semakin menjadi-jadi, padahal aku sudah berjanji pada mereka untuk memperbaiki IP di semester ini. Akhirnya aku memiliki sedikit trik untuk mensiasati keadaan ini, aku menjadikan salah satu puisi yang ditulis oleh ayah ku untuk menjadi semacam cambuk saat aku tidak berdaya melawan rasa malasku. Mau tahu seperti apa motivator ku? Ini dia puisi yang walau sudah kubaca sampai hapal tapi masih saja membuatku menangis.
“Anak perempuan dan anak lelakiku tersayang,
Jangan biarkan waktu berlalu begitu saja tanpa makna..
Raihlah, kejarlah dengan segenap upaya..
Gapai impian dan jangan terlena,
Berusahalah selagi bisa, selagi muda..
Karena tidak ada kesuksesan yang datang begitu saja..
Permainan akan melelapkanmu, hingga kamu tidak sadar.
Anakku sayang,,
Tetaplah dalam kesederhanaan,
Rendahkan hatimu dan bersahaja,
Sujud dan berdoalah setiap waktu bersama orang-orang yang sholat,
Bergaul lah di dalam kebaikan, dan jangan pernah sombong.
Anakku sayang,,
Sering terpikir bahwa waktu begitu cepat berlalu,
Hingga tak terasa usia kami pun bertambah tua,
Cobalah untuk mengerti, seiring waktu kamipun senja.
Suatu hari kelak, kaupun akan mengerti bahwa semua yang kami sampaikan kepadamu (baik itu larangan maupun perintah)
walau itu terkadang menjengkelkanmu bagimu, hanyalah sebagai dasar bagi perkembangan dan kehidupanmu.
Kami hanya ingin apa yang terbaik bagimu,
Engkaulah tumpuan harapan kami dimasa datang,
tempat kami tersenyum saat kau menjadi anak yang berguna.
Suatu hari nanti,,
Jika kau mendapatkan kami sudah begitu tua, tak berdaya, lemah dan alpa..
Bersabarlah, tersenyumlah, jangan berpaling dan berkata ah..
Bersikaplah lemah lembut dan jagalah,
Engkau yang tumbuh dan berkembang semakin besar dan dewasa.
Suatu hari nanti,,
Jika kau mendapati kami dengan makanan yang berserakan..bersabarlah.
Jika kau dapati kami dengan jalan yang tertatih..tuntunlah.
Jika kau dapatkan kami tidak ingat makan dan enggan unutuk mandi..jangan marah.
Jika kami tidak dapat berpakaian sendiri..bantulah.
Jika kami tidak dapat mengingat dengan baik dan tidak mau menurutimu..ajarilah.
Kenanglah bahwa kami kembali seperti masamu kecil.
Semoga semua itu menjadi ladang amal bagimu,
Hingga waktu datang memanggil..”
Buya dan Umi..
Kamis, 21 Mei 2009
isn't it ironic?
Kasus 1 : Ada seorang pria A, dia mencintai wanita B, tapi si wanita B malah mencintai pria C. Si pria C ini tidak memiliki perasaan apapun kepada wanita B, selain menganggap nya teman.
Semua perasaan yang dirasakan oleh pria A ke wanita B juga merupakan ungkapan perasaan wanita B ke pria C. Semua usaha yang dilakukan si pria A untuk menaklukkan hati si wanita B, juga dilakukan si wanita B untuk mendapatkan perhatian si pria C.
Kenapa hal-hal semacam di atas sering kali terjadi dalam kehidupan manusia? Kenapa semua hal sudah diatur sedemikian rupa untuk menjadi serumit ini? Sebenarnya apa rencana dibalik semua ini? Kenapa semua orang harus dibuat terluka dulu? Kenapa perasaan wanita B bukan untuk pria A saja? Bukankah jelas-jelas pria A sangat mencintainya, takkan membuatnya sedih dan terluka dan ia pun tak perlu bersusah payah hanya untuk mendapatkan perhatiannya. Jika begitu kejadiannya, aku yakin semua orang pasti bahagia. Si pria A bahagia, karena wanita yang dicintainya merasakan hal yang sama dengannya. Si wanita B juga pasti bahagia, karena menemukan pria yang begitu mencintainya tanpa perlu terus terluka mengharapkan sesuatu yang tak pasti. Sedangkan si pria C, aku juga yakin ia pasti bahagia, karena tidak ada lagi wanita menyebalkan yang mengganggu hidupnya, dan ia bebas unutuk mengejar cintanya sendiri.
Begitu sulitkah untuk mengubah ini semua menjadi kenyataan?
Suatu hari si pria A mengirimkan sebuah puisi kepada wanita B, isinya :
Cinta yang agung adalah ketika aku menitikkan air mata tapi aku masih peduli kepadanya. Ketika ia tak lagi memperdulikanku tapi aku masih menunggunya dengan setia, dan ketika dia mulai mencintai orang lain tapi aku masih bisa tersenyum dan berkata ‘ aku turut bahagia untuk mu’. Cinta itu mudah memilihnya, sulit mengakhirinya dan hamper tak mungkin untuk melupakannya.
Suatu hari ia pernah bertanya kepada ku, manakah yang lebih penting bagimu, aku atau hidupmu. Lalu aku menjawab hidupku, dan ia pergi meninggalkan ku.
Tanpa tahu bahwa ia lah hidupku..
Membaca puisi itu wanita B menangis, selain tersentuh ia juga memahami tiap kata yang ada dalam puisi terse but, menyadari bahwa tiap kata tersebut juga merupakan gambaran perasaannya kepada pria C.
Isn’t it ironic?
Semua perasaan yang dirasakan oleh pria A ke wanita B juga merupakan ungkapan perasaan wanita B ke pria C. Semua usaha yang dilakukan si pria A untuk menaklukkan hati si wanita B, juga dilakukan si wanita B untuk mendapatkan perhatian si pria C.
Kenapa hal-hal semacam di atas sering kali terjadi dalam kehidupan manusia? Kenapa semua hal sudah diatur sedemikian rupa untuk menjadi serumit ini? Sebenarnya apa rencana dibalik semua ini? Kenapa semua orang harus dibuat terluka dulu? Kenapa perasaan wanita B bukan untuk pria A saja? Bukankah jelas-jelas pria A sangat mencintainya, takkan membuatnya sedih dan terluka dan ia pun tak perlu bersusah payah hanya untuk mendapatkan perhatiannya. Jika begitu kejadiannya, aku yakin semua orang pasti bahagia. Si pria A bahagia, karena wanita yang dicintainya merasakan hal yang sama dengannya. Si wanita B juga pasti bahagia, karena menemukan pria yang begitu mencintainya tanpa perlu terus terluka mengharapkan sesuatu yang tak pasti. Sedangkan si pria C, aku juga yakin ia pasti bahagia, karena tidak ada lagi wanita menyebalkan yang mengganggu hidupnya, dan ia bebas unutuk mengejar cintanya sendiri.
Begitu sulitkah untuk mengubah ini semua menjadi kenyataan?
Suatu hari si pria A mengirimkan sebuah puisi kepada wanita B, isinya :
Cinta yang agung adalah ketika aku menitikkan air mata tapi aku masih peduli kepadanya. Ketika ia tak lagi memperdulikanku tapi aku masih menunggunya dengan setia, dan ketika dia mulai mencintai orang lain tapi aku masih bisa tersenyum dan berkata ‘ aku turut bahagia untuk mu’. Cinta itu mudah memilihnya, sulit mengakhirinya dan hamper tak mungkin untuk melupakannya.
Suatu hari ia pernah bertanya kepada ku, manakah yang lebih penting bagimu, aku atau hidupmu. Lalu aku menjawab hidupku, dan ia pergi meninggalkan ku.
Tanpa tahu bahwa ia lah hidupku..
Membaca puisi itu wanita B menangis, selain tersentuh ia juga memahami tiap kata yang ada dalam puisi terse but, menyadari bahwa tiap kata tersebut juga merupakan gambaran perasaannya kepada pria C.
Isn’t it ironic?
Jumat, 15 Mei 2009
keripiiik pisang,, aku sayang kalian
Jumat, 15 May 2009
Setelah seharian menghabiskan hari bersama teman-teman menjelajahi Solo, ada hal tidak biasa yang aku lakukan bersama dita, ema dan cume. Ntah apa yang mengawali pembicaraan dari hati ke hati kami itu, tapi memang sejak dulu kami berencana untuk mengadakan semacam rapat yang membahas tentang keburukan salah satu diantara kami, tapi tidak di belakangnya melainkan langsung di depan orang yang bersangkutan. Tujuannya? Kami tidak ingin menjadi orang-orang munafik yang kalau tidak menyukai seseorang hanya berani membicarakan di belakang, tapi di depannya mereka justru bersikap manis. Ihh, menjijikkan. kalau memang tidak suka dan tidak berani membicarakan langsung, Ya nggak usah membicarakan di belakang. Udah gitu nggak usah juga bersikap sok manis di depannya. Muka dua banget kan?! Back to the topic. Intinya karena kami saling menyayangi, maka kami tidak ingin saling melukai dari belakang, kami mengganggap kritik tersebut sebagai wujud rasa peduli antar teman yang ingin memperbaiki kebiasaan buruk temannya yang lain. Akhirnya jadilah kemarin kami mengeluarkan segala unek-unek yang sudah mengganjal selama ini, tidak jarang ada kata-kata yang sedikit tajam. Tapi kami sama-sama telah berjanji untuk tidak sakit hati, melainkan menerima semua kritik tersebut dengan hati yang lapang. Terlalu banyak yang kami bicarakan kemarin, tapi itu malah membuat hati kami terasa ringan, semua kekesalan yang mengganjal telah disampaikan dan yang orang yang dikritik dapat menerimanya. Jujur setelah malam itu aku merasa hubungan kami semakin dekat, karena hampir tidak ada rahasia di antara kami. Aku makin sayang pada mereka semua.
Berikut ini sedikit cuplikan kata-kata mereka saat mengkritikku. “menurut gue (cume), lo tuh jadi orang gampang banget panic, udah gitu lo ga pernah bisa tegas, terutama sama temen-temen lo. Kalo lo ga mau, bilang ga mau! Jangan paksain diri lo ngelakuin sesuatu hanya karena ga enak ma orang lain! Lo juga harus lebih bersosialisasi, karena menurut gue, lo punya potensi untuk jadi orang yang menyenangkan tapi lo belum menggunakannya. Tapi disisi lain lo tuh temen yang baik dif, gue seneng punya temen kayak lo, karena lo orang yang ketawanya paling tulus saat denger gue ngelucu. Lo juga orang yang perfeksionis banget, orang yang hidup sesuai dengan aturan (dengan kata lain hidup lo tuh teratur banget).” Lain lagi menurut ema, “ menurut aku, difta itu teman yang selalu ada saat aku butuh bahan apapun soal kuliah, kamu orang yang bisa aku andelin kalo soal butuh bahan kuliah, dan kamu selalu ngasih tanpa kiraan. Tapi sisi jeleknya kamu suka ga sabaran jadi orang, apalagi untuk hal-hal tertentu. Dan ga sabaran kamu itu ngebuat kamu panic, yang akhirnya kita semua jadi riweuh juga ngeliat kamu kayak gitu. Sama kayak cume, menurut aku kamu harus bisa ngambil keputusan yang tegas, tentang apapun. Kamu harus bisa mengendalikan hidup mu. Oia satu lagi, kalo menurut aku yang ini sih bad habit, kamu tuh kalo bangun tidur jutek banget! Muka mu nyeremin! Hahaha”. Walaupun kritiknya agak aneh tapi tetep aja aku menganggap itu kritik yang membangun, dan yang terakhir ini kritik dari dita, “difta,, menurut aku kamu tuh jadi orang moody banget, dan kalo kamu udah bad mood kamu nyeremin banget! susah dideketinnya! bikin aku takut ngapa-ngapain dan yang paling parah bad mood mu itu sering kamu tumpahin ke orang-orang di sekitar kamu, walaupun mereka ga tau apa-apa. Oia kamu juga sering banget lama dalam segala hal, baik makan, pakaian, pokoknya ngapa-ngapain lah. Mungkin ini gara-gara sikap perfeksionis kamu itu. Tapi dibalik itu semua, kamu orang yang enak diajak curhat, ur a good listener. Kamu juga orang yang sering memotivasi aku dalam beribadah biar jadi lebih baik. Kamu ga pernah ngebedain aku sama orang lain, karena kamu nilai aku sebagai dita, bukan dari harta, otak atau fisik. Trus yang terakhir kamu orang yang bisa dijadiin contoh dalam hal manajemen uang”.
Itu sedikit cuplikan kata-kata teman-teman dekatku mengenai aku, dan harus aku akui kesemua omongan mereka itu benar. Dan bukannya marah aku justru berterima kasih, karena setelah tahu, aku jadi bisa berubah dan menjadi lebih baik. Menurut ku ini juga jauh lebih baik, daripada orang lain yang mengatakannya atau membicarakan aku dibelakang. Akhir kata, aku sayang pada teman-teman ku, mereka adalah keluarga sekaligus sahabat untuk ku. Aku sangat bersukur memiliki mereka semua. Cume, Dita, Ema, you and me, together, forever (knowing).
Setelah seharian menghabiskan hari bersama teman-teman menjelajahi Solo, ada hal tidak biasa yang aku lakukan bersama dita, ema dan cume. Ntah apa yang mengawali pembicaraan dari hati ke hati kami itu, tapi memang sejak dulu kami berencana untuk mengadakan semacam rapat yang membahas tentang keburukan salah satu diantara kami, tapi tidak di belakangnya melainkan langsung di depan orang yang bersangkutan. Tujuannya? Kami tidak ingin menjadi orang-orang munafik yang kalau tidak menyukai seseorang hanya berani membicarakan di belakang, tapi di depannya mereka justru bersikap manis. Ihh, menjijikkan. kalau memang tidak suka dan tidak berani membicarakan langsung, Ya nggak usah membicarakan di belakang. Udah gitu nggak usah juga bersikap sok manis di depannya. Muka dua banget kan?! Back to the topic. Intinya karena kami saling menyayangi, maka kami tidak ingin saling melukai dari belakang, kami mengganggap kritik tersebut sebagai wujud rasa peduli antar teman yang ingin memperbaiki kebiasaan buruk temannya yang lain. Akhirnya jadilah kemarin kami mengeluarkan segala unek-unek yang sudah mengganjal selama ini, tidak jarang ada kata-kata yang sedikit tajam. Tapi kami sama-sama telah berjanji untuk tidak sakit hati, melainkan menerima semua kritik tersebut dengan hati yang lapang. Terlalu banyak yang kami bicarakan kemarin, tapi itu malah membuat hati kami terasa ringan, semua kekesalan yang mengganjal telah disampaikan dan yang orang yang dikritik dapat menerimanya. Jujur setelah malam itu aku merasa hubungan kami semakin dekat, karena hampir tidak ada rahasia di antara kami. Aku makin sayang pada mereka semua.
Berikut ini sedikit cuplikan kata-kata mereka saat mengkritikku. “menurut gue (cume), lo tuh jadi orang gampang banget panic, udah gitu lo ga pernah bisa tegas, terutama sama temen-temen lo. Kalo lo ga mau, bilang ga mau! Jangan paksain diri lo ngelakuin sesuatu hanya karena ga enak ma orang lain! Lo juga harus lebih bersosialisasi, karena menurut gue, lo punya potensi untuk jadi orang yang menyenangkan tapi lo belum menggunakannya. Tapi disisi lain lo tuh temen yang baik dif, gue seneng punya temen kayak lo, karena lo orang yang ketawanya paling tulus saat denger gue ngelucu. Lo juga orang yang perfeksionis banget, orang yang hidup sesuai dengan aturan (dengan kata lain hidup lo tuh teratur banget).” Lain lagi menurut ema, “ menurut aku, difta itu teman yang selalu ada saat aku butuh bahan apapun soal kuliah, kamu orang yang bisa aku andelin kalo soal butuh bahan kuliah, dan kamu selalu ngasih tanpa kiraan. Tapi sisi jeleknya kamu suka ga sabaran jadi orang, apalagi untuk hal-hal tertentu. Dan ga sabaran kamu itu ngebuat kamu panic, yang akhirnya kita semua jadi riweuh juga ngeliat kamu kayak gitu. Sama kayak cume, menurut aku kamu harus bisa ngambil keputusan yang tegas, tentang apapun. Kamu harus bisa mengendalikan hidup mu. Oia satu lagi, kalo menurut aku yang ini sih bad habit, kamu tuh kalo bangun tidur jutek banget! Muka mu nyeremin! Hahaha”. Walaupun kritiknya agak aneh tapi tetep aja aku menganggap itu kritik yang membangun, dan yang terakhir ini kritik dari dita, “difta,, menurut aku kamu tuh jadi orang moody banget, dan kalo kamu udah bad mood kamu nyeremin banget! susah dideketinnya! bikin aku takut ngapa-ngapain dan yang paling parah bad mood mu itu sering kamu tumpahin ke orang-orang di sekitar kamu, walaupun mereka ga tau apa-apa. Oia kamu juga sering banget lama dalam segala hal, baik makan, pakaian, pokoknya ngapa-ngapain lah. Mungkin ini gara-gara sikap perfeksionis kamu itu. Tapi dibalik itu semua, kamu orang yang enak diajak curhat, ur a good listener. Kamu juga orang yang sering memotivasi aku dalam beribadah biar jadi lebih baik. Kamu ga pernah ngebedain aku sama orang lain, karena kamu nilai aku sebagai dita, bukan dari harta, otak atau fisik. Trus yang terakhir kamu orang yang bisa dijadiin contoh dalam hal manajemen uang”.
Itu sedikit cuplikan kata-kata teman-teman dekatku mengenai aku, dan harus aku akui kesemua omongan mereka itu benar. Dan bukannya marah aku justru berterima kasih, karena setelah tahu, aku jadi bisa berubah dan menjadi lebih baik. Menurut ku ini juga jauh lebih baik, daripada orang lain yang mengatakannya atau membicarakan aku dibelakang. Akhir kata, aku sayang pada teman-teman ku, mereka adalah keluarga sekaligus sahabat untuk ku. Aku sangat bersukur memiliki mereka semua. Cume, Dita, Ema, you and me, together, forever (knowing).
Langganan:
Postingan (Atom)